MODERASI SEBAGAI SOLUSI MENCEGAH RADIKALISME DAN INTOLERANSI

  Oleh : Siti Patma Deli

 Abstrak

Semakin jauh, dimana teknologi sudah sangat melampaui kehebatan manusia, hal ini berjalan lurus seperti halnya pemikiran manusia bekerja. Seiring waktu, manusia terus melampaui dan melewati batas dalam hal berpikir. Hal tersebut tentu bagus jika digunakan untuk mengkritik apa-apa yang salah. Namun salah jika diapakai untuk meng-skeptiskan hal-hal yang absolut. Lawan kata moderasi adalah ekstremisme. Dari ekstremisme ini dapat menimbulkan radikalisme, dan intoleransi. Kedua hal ini merupakan ancaman berbahaya. Itulah mengapa saat ini topik moderasi digunakan para pemerintah untuk mempertahankan nasionalisme. Karena jika tidak bisa menerima keberagaman, kita bisa saja perang dengan saudara sendiri karena menyebabkan perpecahan

A.    Pendahuluan

Moderat, yang dalam etimologi adalah wasat atau tawasuth, dapat kita temui secara gamblang dalam hadist :

خَيْرُ الأُمُوْرِ أَوْسَطُهَا

“sebaik-baiknya persoalan adalah sikap moderat”

Serta hadist :

 

“dan sebaik-baik amal perbuatan adalah yang pertengahan. Dan agama Allah itu berada diantara yang beku dan mendidih”

      Wasat ini juga menjadi pilihan dalam beberapa tolak ukur atas Tindakan, sebagaimana dalam firman Allah dalam Q.S Al Furqan ayat 67

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

“dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang demikian”

      Dalam ayat lain, sikap wasat juga menjadi pilihan untuk bertindak. Yakni dalam Q.S Al Isra ayat 110

وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

“dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalat dan janganlah (pula) merendahkannya dan usahakan jalantengah diantara kedua itu”

 

      Lebih jelas,  moderat dapat memiliki beberapa arti selain letaknya yang berada ditengah diantara pilihan yang bertebtabgan. Yakni moderat juga dapat berarti pemaduan antara dua hal yang bertentangan atau berbeda. Misalnya, islam tidak hanya mengutamakan wahyu, namun juga akal. Hal itu jelas sebagaimana peranan aql dan naql dalam islam.

      Kemudian, moderat juga bisa diartikan realistis. Menghadapi dimensi dari waktu ke waktu, seluruh aspek dalam islam tidak selalu berpaku pada idealis. Banyak hal-hal baru dan berubah yang tentu perlu disyariatkan juga. Beberap yang berubah contohnya tidak ada lagi hukum perbudakan, dan adanya hukum

 

      Sementara pada pengertian radikal, kata radikal sebenarnya bermakna netral. Kata ini masuk dalam golongan kata sifat yang berasal dari Bahasa latin yang berarti ‘akar’, ‘sumber’ atau ‘asal mula’. Kata ini juga dapat masuk ke berbagai ranah keilmuan. Kedokteran misalnya, terdapat istilah ‘pembedahan radikal’. Dalam filsafat ada yang disebut sebagai ‘berpikir radikal’ dan dalam kimia, kita tantu sering mendengar istilah’radikal bebas’

      Mengacu pada pendapat Mahfud MD, yang ditugaskan presiden untuk menangani paham-paham radikalisme di Indonesia, menurutnya, radikal-terlepas dari kaitannya dengan ranah keilmuan sebagaimana telah disebutkan diatas,-terbagi menjadi tiga: yang pertama yang berakitan dengan gama, disebut takfiri. Yakni Tindakan yang selalu memvonis orang lain kafir apabila mereka ‘bebeda’. Tindakan ini dibuntuti dengan memusuhi orang lain bahkan mendiskriminasi.

      Kedua, radikal jihadi. Yakni Tindakan radikal berupa pembunuhan. Yang dalam kasusnya banyak ditandai dengan aksi pengeboman. Ketiga, radikal secara ideologis atau pemikiran. Jenis ini selalu dan menghasilkan pergerakan

B.     Pembahasan

Moderasi bukanlah sebuah tolak ukur akan pengamalan agama seseorang. Kasusnya seperti wanita yang tidak mau membuka jilbab disebut tidak moderat. Pemikiran tersebut masih mengartikan moderat adalah Tindakan dimana kita tidak perlu terlalu menurut pada kewajiban dan hukum-hukum dalam islam.

Meski pada pendahuluan tulisan ini disebutkan moderat adalah pengambilan sikap tangah atas Tindakan seperti pada firman Q.S Al Furqan ayat 67 dan Q.S Al Isra ayat 110, namun kita perlu melihat agama dari sisi dalam atau substansi dan esensinya. Yakni pada nilai-nilai universal.

Moderasi adalah komitmen kepada agama apa adanya. Tanpa dikurangi atau dilebihkan. Dengan tetap menjalankan kewajiban-kewajiban vertical (ubudiyah) dan horizontal (ihsan). Hal ini sesuai dengan sikap-sikap yang telah diajarkan dalam islam yakni Tasammuh (toleran), Tawazun (seimbang), Tawassuth (moderat) dan Taadlu (adil). Dalam firman Allah di Q.S Al Baqarah ayat 143

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

“dan demikian (pula) kami menjadikan kamu (umat islam) untuk penengah (adil & pilihan) agar kamu menjadi saksi atas seluruh manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kamu.”

      Ayat tersebut islam mengajarkan kita bahwa sikap penengah (moderat) adalah sikap terbaik. Sikap inilah yang menjadi jawaban dan solusi dalam menghadapi paham-paham ancaman, yakni radikalisme dan intoleransi.

Radikalisme dan intoleransi tercipta dari adanya ekstrimisme atau berlebihan. Terutama ekstrimisme atau berlebihan dalam beragama. Hal itu berpotensi menjadi ganguan terhadap kerukunan umat beragama di Indonesia.

Posisinya yang sebagai lawan kata dari ekstrimisme, kita tak perlu lagi meragukan mengapa moderat inherit dengan islam. Sama dengan yakinnya pemerintah saat ini yang gencar mensosialisasi rakyatnya untuk moderat. Dalam upaya mencegah radikalisme dan intoleransi itu sendiri. Bahkan dalam Rencana Strategis (RESTRA) Kemenag 2020-2045 yang bertujuan untuk pembangunan Nasional, setidaknya terdapat 5 poin dalam misinya yang berisi nilai-nilai moderat.

Guru besar Studi Agama Universitas Wake Forest AS, Charles Kimball berpendapat: memahami agama dengan sempit dan mengabaikan pendapat lain adalah sumber dari permasalahan. Maka bukan hanya di Indonesia, moderat juga merupakan solusi untuk mencegah perpecahan di berbagai negara pada permasalahan agama.

Jokowi pernah menggunakan kata lain untuk radikal, yakni ‘manipulator agama’. Hal itu merujuk pada Tindakan-tindakan keras yang mengatasnamakan agama. Yakni pengakuan beragama namun membawa kemudharatan. Seperti permusuhan dan kebencian yang menyebabkan konflik yakni ujaran kebencian dan terorisme.

Indonesia seharusnya todak akan kesulitan dalam bersikap moderat. Mengingat perbedaan bukanlah hal baru bagi bangs aini. Karena hal dasar dalam pengamalan agama yang moderat adalah pengakuan dan toleransi terhadap segala bentuk perbedaan yang ada. Jika sikap ini tetap terbudaya, maka harmoni antara kelompok-kelompok beragama dapat tetap terpelihara.

Meski begitu Indonesia masih menjadi representasi masyarakat muslim yang demokratis dibanding negara-negara Arab. Karena banyak negara lain yang melihat ancaman besar berasal dari islam yang ekstrem, mereka mencoba mempelajari bagaimana Indoensia menyelesaikan persoalan perbedaan. Setidaknya ada 45 Negara yang mengajukan dialog bilateral dengan Indonesia untuk membahas hal tersebut.

 

C.    Penutup

Bersadarkan pemaparan, dapat ditegaskan bahwa moderat atau wasat adalah solusi tepat untuk melawan radikalisme yang menyebabkan perpecahan dengan ancaman-ancaman seperti ujaran kebencian dan terorisme. Karena Indonesia telah akrab dengan perbedaan, maka moderasi haruslah terus diamalkan dan masyarakat harus tahu betul bagaimana arti moderasi yang sesungguhnya.

 

 

Daftar Pustaka

 

 

Misrawi, Zuhairi. 2010. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara

Zainul F, Agus. 2017. Pendidikan Islam Wasathiyah: melawan arus pemikiran Takfiri di Nusantara. Journal Kuriositas: Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan, 8(1), 45-54

Husen Al-Absi, Ahmad. 2018. Pancasila dan Moderasi Islam di Indonesia. (refleksi penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam muktamar NU 1984 di Situbondo. Jurnal Universitas Ibrahimy.

Kusnandi, Didi. 2014. Pemikiran Hukum Islam Klasis dan Modern: Karakteristik, Metode, Pengembangan dan Keberlakuannya. Jurnal Asy-syariah Vol. 16. No.1,

Supardin. 2017. Produk Pemikiran Hukum Islam di Indonesia. Jurnal Al-Qadau Vol. 4 No.2  

Ardiansyah. 2016. Islam Wasatiyah dalam Perspektif Hadis: dari Konsep Menuju Aplikasi. Mutawwir. Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis Vol. 6 No.2

Kemenag. Rencana Strategis kemenag 2020-2045

https://mediaindonesia.com/read/detail/331026-moderasi-beragama-penting-cegah-arus-intoleransi-dan-radikalisasi

https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/19/01/21/plntgz384-pentingnya-sikap-moderasi-beragama-bagi-kaum-milenial

https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/19/07/17/puscfv313-begini-penjelasan-kh-quraish-shihab-soal-wasathiyah

https://bincangsyariah.com/buku/moderasi-beragama-tidak-ekstrem-dan-tidak-pula-menggampangkan/

https://republika.co.id/berita/q0thh4320/3-pengertian-radikal-menurut-menko-polhukam-apa-saja

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi buku Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini (Raudhatul Athfal)

Portofolio Jurnalisme Dakwah

Struktur radio,konsep dan berita